Kronologis Singkat
Pada saat kasus ini terjadi, Rahudman Harahap masih menjabat sebagai Pj. Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Rahudman Harahap melakukan penyalahgunaan dana TPAPD dengan cara membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk bagian Pemerintahan Desa sebanyak dua kali.
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang pertama yaitu permintaan atas pembayaran dana Pemerintah Desa Triwulan I. Rahudman Harahap bersama Amrin Tambunan selaku Pemegang Kas pada Sekretariat Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) tanpa nomor sebesar 3.059.033.050 (tiga milyar lima puluh sembilan juta tiga puluh tiga ribu lima puluh rupiah), dan atas permintaan dana tersebut, maka Ali Amri Siregar, selaku Plt. Kepala Bagian Keuangan dan Akhir Hasibuan selaku Bendahara Umum Daerah menerbitkan Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) Nomor: 05 tanggal 06 Januari 2005 dan mencairkan dana tersebut dengan cek giro 538312 tanggal 06 Januari 2005.
BACA JUGA: Rangkuman Perbedaan Filsafat dengan llmu
Didalam dana desa Triwulan I tersebut, terdapat dana TPAPD Triwulan I sebesar Rp.1.035.720.000 (satu milyar tiga puluh lima juta tujuh ratus dua puluh ribu rupiah) yang tidak diserahkan kepada Kepala
Bagian Pemerintahan Desa.
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang kedua yaitu permintaan atas pembayaran dana Pemerintah Desa Triwulan II. Rahudman Harahap bersama Amrin Tambunan selaku Pemegang Kas pada Sekretariat Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Nomor: 28/SPPR/2005 tanggal 13 April 2005 sebesar Rp.3.352.033.050 (tiga milyar lima puluh dua juta tiga puluh tiga ribu lima puluh rupiah), dan atas permintaan tersebut maka Muhammad Lutfi Siregar, SH,
MM. selaku Plt. Kepala Bagian Keuangan dan Haplan Tambunan selaku Bendahara Umum Daerah menerbitkan SPMU Nomor: 204/TS/2005 tanggal 04 Mei 2005, dan dana tersebut telah dicairkan dengan cek giro 628650 tanggal 04 Mei 2005.
Didalam dana desa Triwulan II tersebut, terdapat dana TPAPD Triwulan II sebesar Rp.1.035.720.000 (satu milyar tiga puluh lima juta tujuh ratus dua puluh ribu rupiah). Pengajuan permintaan pembayaran dana TPAPD Triwulan II tahun 2005 dilakukan sebelum APBD TA. 2005 disahkan, dan permintaan dana tersebut tidak didasarkan pada adanya permohonan dari Bagian Pemerintahan Desa selaku yang membidangi penyaluran dana TPAPD, bahkan dana TPAPD Triwulan II yang telah dicairkan juga tidak diserahkan kepada Kepala Bagian Pemerintahan Desa atau Perangkat Desa.
Total kerugian Negara yang disebabkan oleh dana TPAPD Triwulan I dan II yang tidak disalurkan adalah sebesar Rp.2.071.440.000,- (dua milyar tujuh puluh satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) Kasus ini telah ditangani dan diputus bebas oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tulisan atau karya ilmiah dengan pokok permasalahan apakah pertimbangan hukum yang dilakukan oleh hakim pada kasus tindak pidana korupsi dana Tunjangan Penghasilan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) di Kabupaten Tapanuli Selatan sudah sesuai dengan hukum pidana di Indonesia, sehingga hakim memutus perkara tersebut dengan putusan bebas.
Pasal yang Didakwakan
Dakwaan Primair yang didakwakan terhadap terdakwa yaitu Terdakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Unsur-Unsur Pasal yang Didakwakan
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana korupsi dengan terdakwa Rahudman Harahap dalam Putusan Nomor: 51/Pid.Sus.K/2013/Pn.Mdn yaitu dengan menimbang adanya tuntutan dari Penuntut Umum, menimbang adanya surat dakwaan, dan menimbang adanya pembuktian di persidangan berdasarkan alat bukti. Menimbang dari dakwaan dan tuntutan yang dihubungkan dengan pembuktian di persidangan, hakim
memutuskan bahwa ada unsur yang tidak terpenuhi dan tidak terbukti dalam setiap pasal yang didakwakan.
Hakim kurang teliti dalam melakukan pertimbangan hukum sehingga unsur-unsur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak terbukti dan terpenuhi. Atas dasar tidak terbuktinya dan terpenuhinya unsur-unsur dalam semua dakwaan tersebut maka Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan memutus perkara
tindak pidana korupsi dana Penghasilan Aparat Pemerintah Desa dengan putusan bebas (vrijspraak) yang menimbulkan rasa keresahan dan ketidakadilan bagi masyarakat.
Besar juga nominalnya, gawat sih kalo jadinya lolos apalagi dianggap ga bersalah.
Bener banget gan
Wah agak berat ya pembahasannya, berulang kali bacanya karena masih agak kurang paham juga kasus beginian. Gede juga ya dananya
haha mungkin lain kali pembahasannya saya buat biar lebih memahami semua kalangan
Korupsi di tingkat desa udh segede ini, gimna tingkat kabupaten, provinsi dan negara? Waduh, ini korupsi harus segera di brantas.
Terus angkat topik korupsi min, biar melek warga milenial.
Siap gan jangan lupa tetap support kami ya hehe
tindak pidana korupsi bukan hal yang sepele, semoga pemerintah lebih bijak lebih gesit lagi dalam menanganinya